LiputanMu.ID – Penghargaan Nobel Kimia tahun ini diberikan kepada tiga tokoh terkemuka dalam kecerdasan buatan (AI) karena kontribusi mereka dalam memprediksi struktur protein.
Sementara itu, tim peneliti Korea mencatat kemajuan signifikan dalam komputasi kuantum, memungkinkan estimasi sifat molekul dengan akurasi tinggi dan sumber daya lebih sedikit.
Penemuan ini menjanjikan terobosan dalam pengembangan obat dan ilmu material.
AI dan Komputasi Kuantum Membawa Revolusi Ilmiah
Penghargaan Nobel Kimia dianugerahkan kepada Profesor David Baker dari University of Washington, CEO Google DeepMind Hershavis, dan Peneliti Utama John Jumper.
Baca Juga: Astronom Ungkap Foto Bintang Pertama di Luar Galaksi Bima Sakti
Mereka berhasil memanfaatkan AI untuk memprediksi struktur protein, sebuah pencapaian yang membuka peluang baru dalam penemuan obat dan pengembangan material canggih.
Di saat AI menjadi ujung tombak inovasi, komputasi kuantum kini muncul sebagai kekuatan transformasional lain dalam penelitian ilmiah.
Di Korea Institute of Science and Technology (KIST), tim peneliti yang dipimpin Dr. Hyang-Tag Lim mengembangkan algoritma yang mampu mengestimasi jarak antar atom dan energi dasar molekul dengan akurasi kimia menggunakan lebih sedikit sumber daya dibanding metode konvensional.
Baca Juga: Penemuan Meteorit Berusia 4,45 Miliar Tahun Ungkap Adanya Air di Planet Mars
Teknologi ini bahkan mengatasi tantangan besar dalam komputasi kuantum tanpa memerlukan teknik mitigasi kesalahan, menciptakan standar baru dalam efisiensi perhitungan kuantum.
Teknologi Qudit dan Aplikasinya
Pendekatan inovatif tim KIST menggunakan qudit, unit informasi kuantum berdimensi lebih tinggi dibandingkan qubit tradisional.
Jika qubit hanya merepresentasikan dua keadaan (0 dan 1), qudit dapat mewakili lebih banyak, seperti 0, 1, dan 2, yang mempermudah perhitungan kuantum kompleks.
Dalam penelitian ini, qudit diwujudkan melalui keadaan momentum sudut orbital dari foton tunggal, dengan perluasan dimensi dicapai melalui penyesuaian fase foton menggunakan gambar holografik.
Tim ini menggunakan metode tersebut untuk menghitung panjang ikatan molekul hidrogen dalam empat dimensi dan lithium hidrida (LiH) dalam 16 dimensi—pertama kalinya perhitungan 16 dimensi berhasil dilakukan pada sistem fotonik.
Berbeda dengan metode konvensional dari IBM atau Google yang membutuhkan mitigasi kesalahan untuk mencapai akurasi kimia, pendekatan KIST mampu mencapai hasil yang sama tanpa teknik tersebut.
Penemuan ini berpotensi diterapkan secara luas di industri yang membutuhkan pengukuran sifat molekul, termasuk pengembangan obat dan teknologi baterai.
Baca Juga: Lukisan Robot Ai-Da Terjual Lebih dari Rp 17,3 Miliar Dalam Lelang Seni
“Dengan mengamankan teknologi komputasi kuantum berbasis qudit yang mampu mencapai akurasi kimia dengan sumber daya lebih sedikit, kami berharap ini dapat digunakan dalam berbagai bidang praktis, seperti pengembangan obat baru dan peningkatan performa baterai,” kata Dr. Hyang-Tag Lim dari KIST.
Penelitian ini membuka cakrawala baru dalam kimia kuantum dan menjadi langkah penting menuju penerapan praktis teknologi kuantum di berbagai sektor industri.